
Namun, bila kita tinjau ulang, pemikiran akan kriteria calon isteri tersebut cenderung egois. Tidak memandang dari banyak sisi. Hanya memandang pernikahan dari segi manfaat untuk diri sendiri. Tidak untuk keluarga, sahabat dan lingkungan sekitar. Padahal menikah adalah penyatuan dua organisasi besar; keluarga, membentuk organisasi baru. Banyak pihak yang bisa terpengaruh dan mempengaruhi pra dan pasca pernikahan.
Jika kita
berkaca, mengevaluasi. Melihat, mencari kelebihan dan kekurangan diri.
Niscaya kita akan menemukan berbagai fakta; kita juga punya banyak
kekurangan. Lalu, pantaskan bersibuk ria dengan segala macam kriteria?
Sedang diri sendiri mungkin tak bisa memenuhi segala kriteria impian
oleh calon pasangan. Seseorang berharap mendapat perempuan shalihah,
namun apakah dia cukup shalih untuk berdampingan dengan perempuan
shalihah. Ia ingin perempuan cerdas, tapi apakah ia cukup cerdas untuk
mengimbangi kecerdasannya? Ia ingin perempuan berharta, tapi seberapa
banyak harta yang dapat dia berikan, untuk 《embeli?sang calon dari
ayah-bundanya. Dan ketika ia ingin perempuan cantik, apakah ia sendiri
cukup gagah, tidak jomplang, saat bersisian dengannya? Tidakkah
keinginan si lelaki terlalu berlebih?
Dari kisah cinta para Nabi,
sahabat dan para syuhada, ada sejumlah fakta: tangan Allah selalu
bermain. Kisah cinta Muhammad-Khadijah, Yusuf-Zulaikha hanyalah sebagian
kecil contoh. Keikhlasan menggenapkan separuh agama pasti akan mendapat
anugerah luar biasa; seorang isteri penghuni taman surga. Segala
hambatan pernikahan hanyut karena ibadah yang khusu, penghambaan yang
sangat padaNya. Manusia hanya berusaha, hasilnya terserah pada Yang
Kuasa.
Hendaknya seorang lelaki berusaha melihat dari banyak
sisi, ketika datang seorang calon isteri padanya. Segala identitas
standar bukan pertimbangan utama. Serahkan saja padaNya. Meminta
petunjuk lewat shalat istikharah. Apakah perempuan itu orang yang tepat?
Apakah si calon pasangan dunia akhirat? Hanya Allah yang tahu, kan?
Lelaki
manapun bisa saja berharap: Semoga calon isteri yang datang padaku
adalah perempuan shalihah. Bila belum shalihah, haruslah dia mengajak,
meningkatkan pemahaman agama, terus memperbaiki diri. Menghiasi rumah
tangga dengan amalan wajib dan sunnah. Menggapai sakinah. Semoga
perempuan yang datang padaku cerdas. Jika belum cerdas, mestilah dia
yang mengajar dan belajar dari pasangannya. Mencari ilmu baru, terutama
ilmu rumah tangga. Tentang harta, boleh saja meminta: datangkanlah
padaku calon isteri yang berharta. Tetapi ingatlah, harta adalah cobaan,
tak banyak orang yang bisa tetap rendah hati, menunduk-nunduk ketika
punya harta. Lagipula harta gampang dicari. Soal kecantikan, wajar
lelaki normal ingin mendapatkan isteri cantik. Tetapi bukan hanya cantik
lahir, batinnya juga harus cantik. Yang menjadi pertanyaan, standar
apakah yang akan digunakan untuk menilai seorang perempuan cantik.
Standar dunia atau standar surga? Standar dunia menekankan kecantikan
maya. Mengandalkan costmetik. Kecantikan abadi, keindahan hingga akhir
hayat dan di akhirat kelak, itulah yang seharusnya dicari. Terserah
cantik atau tidak kata dunia, yang penting isteri bisa selalu menarik di
mata, di hati. Menjadi telaga sejuk, pohon teduh di terik siang.
Standar cantik ini sifatnya personal. Orang lain memandang biasa, tapi
luar biasa menurut sang suami.
Perempuan manapun yang datang pada
seorang lelaki, sudah sepatutnya ia melepas kacamata kekinian.
Menggunakan kacamata masa depan dan kacamata banyak orang untuk menilai.
Mungkin banyak keindahan calon pasangan yang sengaja disimpan olehNya.
Allah ingin mengujinya, apakah dia cukup shaleh, cukup ikhlas, cukup
bersabar untuk mendapatkan pasangan sejati.
Pasti ada keraguan
saat menimbang. Maka dari itulah perlunya mengetuk nurani sahabat,
saudara, kakak, orang tua, mereka yang lebih berpengalaman. Calon suami
dapat bertanya, apakah perempuan begini akan begini-begini? Ia bisa
minta tepukan tangan di pundak, pelukan, dan untaian mutiara. Agar sang
lelaki yakin, mantap. Semoga setelah itu, dia betul-betul siap,
menggenapkan separuh agama, mengapai sakinah. Memberatkan bumi dengan
generasi yang menjunjung tinggi kalimat La Illa Ha Illallah.
Sumber : artikel dr forum dudung.net gbr ilustrasi dr nurisfm.blogspot via google
0 komentar:
Posting Komentar